Amru bin Salamah berkata:
وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…، فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ
Sementara Aku adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun. (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud)
Jika Anda buka kanal video youtube, Anda akan menjumpai banyak sekali video dokumentasi shalat berjamaah yang diimami oleh seorang anak di bawah umur, bukan orang dewasa. Anak-anak di bawah umur ini diangkat menjadi imam shalat lantaran suaranya yang merdu, irama tilawahnya yang menyejukkan hati, dan hafalannya yang cukup baik. Menarik, bukan?
Tapi, ada satu persoalan yang agaknya luput dari perhatian para warganet, kira-kira sahkah shalat jamaah yang diimami oleh seorang anak kecil? Mari kita simak penjelasan di bawah ini.
BATASAN DISEBUT ANAK KECIL
Manusia mengalami lima fase dalam kehidupannya; fase bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Dalam fase anak-anak para ulama membagi menjadi dua golongan, yaitu mumayiz dan ghairu mumayiz. Apa itu mumayiz dan ghairu mumayiz?
Mumayiz adalah seorang anak yang telah mencapai usia tamyiz. Di antara tanda-tanda seorang anak yang mumayiz adalah dia akan bisa membedakan mana yang baik dan yang tidak baik, sudah memiliki rasa malu ketika aurat terlihat orang lain, mengerti kalau shalat harus serius, dll yang menunjukkan bahwa akalnya memiliki fungsi yang normal.
Adapun ghairu mumayiz adalah anak yang belum mencapai usia tamyiz. Sehingga dia belum bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, belum memiliki rasa malu ketika uaratnya terlihat.
Batas baligh adalah batas di mana seorang anak telah dianggap dewasa oleh syariat, dan berkewajiban untuk melaksanakan beban syariat. Sehingga anak seperti ini tidak lagi disebut anak kecil. Tidak ada ketentuan batas usia yang baku untuk baligh, karena batas baligh setiap orang tidak sama dengan yang lain. Bagi laki-laki biasa ditandai dengan mimpi basah. Adapun bagi bagi wanita ditandai dengan datang bulan atau mengalami haid. (Al-Musu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 2/178)
ANAK KECIL MENJADI IMAM SHALAT
Permasalahan mengenai keabsahan shalat orang dewasa yang diimami oleh anak kecil, adalah sebuah masalah yang sudah dibahas oleh para alim ulama. Maksud dari anak kecil di sini adalah anak yang sudah mumayiz. Dalam permasalahan ini mereka memiliki beberapa pendapat.
Mayoritas para ulama berpendapat (mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali) berpendapat bahwa supaya imam dalam shalat wajib sah maka disyaratkan seorang yang sudah baligh. Maka, menurut mereka tidak sah seorang anak mumayiz menjadi imam bagi makmum yang sudah baligh dalam shalat fardhu. Hal ini karena terdapat hadits dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Jangan menjadikan anak-anak kalian menjadi imam kalian (imam shalat).” (HR. Ad-Dailami, sanadnya dhaif sekali)
Adapun selain shalat wajib, atau kita mengenalnya dengan shalat sunah, seperti shalat gerhana atau shalat tarawih. Menurut pendapat mayoritas ulama (mazhab Maliki, Syafii, Hanbali, dan sebagian Hanafi) sahnya seorang anak yang mumayiz menjadi imam bagi orang yang sudah baligh.
Pendapat yang dipilih oleh mazhab Hanafi adalah seorang anak mumayiz tidak boleh menjadi imam bagi orang baligh secara mutlak, baik dalam shalat wajib ataupun dalam shalat sunah.
Adapun menurut mazhab Syafi’I, mereka tidak menjadikan baligh sebagai syarat sahnya menjadi seorang imam. Sehingga seorang anak mumayiz boleh menjadi imam bagi orang baligh secara muthlak, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunah.
Dalil mengenai hal ini adalah hadis dari Amru bin Salamah, beliau menceritakan.
كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا بِنَا، فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ: «يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…، فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ
Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat, ketika mereka hendak bertemu Nabi ﷺ di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda begini dan begitu. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat al-Quran dari para sahabat yang lewat. Sampai suatu ketika, ayahku datang menghadap Rasulullah ﷺ bersama beberapa orang dari kaumnya, dan beliau mengajari mereka tata cara shalat. Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan al-Qurannya.” Sementara Aku (Amru bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun. (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud)
Akan tetapi, mereka para ulama mazhab Syafi’I berpendapat bahwa orang yang sudah baligh lebih utama menjadi imam dari pada anak-anak, walaupun anak tersebut lebih banyak hafalannya dan lebih faqih. Karena terdapat ijma’bahwa sah berimam (dalam shalat) kepada orang yang sudah baligh. Sehingga al-Buthi berpendapat bahwa menjadikan anak kecil sebagai imam adalah makruh. (Al-Musu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 6/203)
Ibnu Hajar al-Atsqalani berkata, “Tentang keabsahan anak kecil (mumayiz) yang menjadi imam merupakan pendapat Hasan Al-Bashri, As-Syafii, dan Ishaq. Sedangkan imam Malik dan Ats-Tsauri memakruhkannya. Sementara dari Abu Hanifah dan imam Ahmad ada dua riwayat pendapat. Pendapat yang masyhur dari dua ulama ini (Abu Hanifah dan imam Ahmad), anak kecil sah jadi imam untuk shalat sunah dan bukan shalat wajib.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Atsqalani, 2/186)
Keabsahan anak kecil yang mumayiz menjadi seorang imam bagi orang yang sudah baligh ternyata juga dipilih oleh para ulama kontemporer. Mereka juga lebih mendahulukan orang yang sudah baligh untuk menjadi imam dari pada anak kecil.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Seorang anak boleh menjadi imam apabila selah sempurna usia tujuh tahun atau lebih dan shalatnya sudah bagus. Hal ini karena terdapat ketetapan dari Rasulullah ﷺ yang menunjukkan akan kebolehakn hal tersebut. Akan tetapi, yang lebih utama untuk menjadi imam adalah hendaknya memilih yang paling banyak hafalan al-Qurannya dan paling bagus bacaannya. Apabila sama-sama banyak hafalan dan bagus bacaan al-Qurannya maka pilihlah yang paling mengetahui persoalan sunah Nabi ﷺ. Apabila dalam persoalan sunah juga sama, maka pilihlah yang lebih dulu hijrahnya (lebih dulu mengenal islam). Apabila dalam hijrahnya masih sama, maka pilihlah yang lebih tua usianya. Hal ini sebagaimana dari Nabi ﷺ.” (Majmu’ Fatawa, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, 30/166)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Seorang anak kecil sah menjadi imam bagi orang yang lebih tua dari dirinya. Akan tetapi, apabila orang yang lebih tua adalah orang yang sudah baligh, maka pendapat yang masyhur dalam mazhab (mazhab Hambali) tidak sah imam anak kecil khusus dalam shalat wajib. Adapun pendapat yang benar (menurut beliau) hal itu diperbolehkan (anak kecil menjadi imam dalam shalat). Dibolehkan baik dalam shalat wajib ataupun dalam shalat sunah. Dan dalil dari hal ini adalah hadits Amru bin Salamah.” (Fatawa wa Rasail, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 2/176) Wallahu’alam bishowab.
Oleh Luthfi fathoni diambil dari Hujjah.net
Post a Comment